Minggu, 10 Agustus 2014

Duapuluhdua Bulan



Entah harus seperti apa aku menjelaskan segalanya. Tentang kamu, kepergian, rindu, ikhlas. Sembilan belas tahun aku berada di bumi, kejadian demi kejadianpun banyak sudah berlalu mengajariku untuk menerima apapun bagaimanapun hidup. Tapi masa duapuluh duabulan terakhir adalah masa yang teramat sulit untuk mengatakan bahwa aku baik – baik saja. Kehilangan kamu adalah sakit yang teramat menyakitkan bang. Aku bahkan tidak pernah berpikir kamu akan pergi secepat ini, meninggalkan aku yang sedang butuh-butuhnya. Aku tau, jikapun boleh memilih kamu tak akan pergi meninggalkan aku, membiarkan aku terlunta-lunta tanpa arah. Melihatku terbebani rindu sepanjang waktu, membiarkan aku tersudut dalam ketakutan yang tidak menentu. Aku benci pada diriku yang membenci keadaan ini bang. Aku benci pada diriku yang tidak kunjung temukan cara untuk berdamai yang sedamai damainya dengan keadaan. Aku bukan tidak mencoba, aku bukan begitu saja pasrah pada keadaan yang sering membuatku lupa bahwa aku adalah hamba. Aku mencobanya bang, setiap hari dalam setiap jengkal nafas, aku mencoba mengalihkan rindu dan takutku. Mencoba hal baru, bertemu orang-orang baru, membuat keadaan senormal mungkin. Tapi setiap kali aku dekat-dekat dengan sunyi, rindu dan takut itu menguasaiku lagi. Menjerumuskan aku pada kesedihan yang lebih dalam. Membuat aku berkali-kali terlempar dalam takut yang sama dan rindu yang semakin menjadi. Aku sama sekali belum menemukan cara terbaik untuk merelakan sekalipun aku merasa sudah ikhlas. Apa semua rindu ini salah? Apa ketakutanku berlebih? Bang, duapuluhdua bulan dan aku masih saja bebal. Belum menemukan titik keadilan itu. Bang bagaimana aku harus menghadapi masa depan tanpa kamu? bagaimana aku bisa bahagia tanpa kamu? bagaimana aku bisa bang? Tolong jelaskan. Aku takut sekali bang. Aku tidak tau kemana harus pergi selain menumpahkan segalanya pada Tuhan. Menangis terisak, air mata, dan segala risau hanya bisa aku bawa dalam setiap sujud. Berkali-kali meminta penjelasan terbaik dan tetap saja aku gagal. Bang, duapuluh duabulan, sungai kecil dari mataku akan kering dalam hitungan menit bahkan detik. Isakan tangiskupun akan reda dengan sendirinya. Tapi entah harus seberapa lama lagi aku berhitung untuk meredakan rindu dan menghapus takutku. Bang, duapuluh duabulan, sebentar lagi takbir berkumandang kembali, hari kemenangan kembali menyapa. Artinya sudah dua kali lebaran tanpa kamu. barang kali sepanjang hidup aku akan terus berhitung sampai aku bisa kembali menemui kamu nanti. Barangkali setiap kali rindu aku hanya bisa menabur bunga di pusara kamu, memanjatkan do’a-do’a terbaik dan bersabar sebanyak mungkin. Barang kali akan terus ada tulisan-tulisan menyedihkan seperti ini bang. karena hanya dengan tulisan ini aku bisa sedikit lega, membebaskan rindu yang menghimpit. Tapi tolong percaya aku bang bahwa aku akan kuat dengan segala kenyataan. Tolong yakinkan aku bahwa aku bisa. Bang, aku meminta segala maaf jika hingga detik ini aku tidak bisa menjadi adik terbaik. Masih terus mengeluh, meratap menyedihkan. Aku hanya butuh waktu bang, meskipun aku tidak tau seberapa lama lagi. Tapi aku berjanji tidak akan pernah menyerah. Demi semua kebaikan yang diberikan dua malaikat kita. Bang, duapuluh duabulan dan aku masih rindu yang serindu-rindunya, aku mencintaimu.